 |
Sumber Foto: Kompasiana.com |
hai guys...,, how are you today? yakin dech, sobat Afra sekalian pasti masih dalam keadaan bernafas dan matanya juga berkedip-kedip serta jantung masih berdetak, iya kan? Okey Fix, siang ini saya mau berbagi apa yang saya dapatkan tadi di kampus, boleh kan? kalau ada yang keberatan silahkan tutup laptop atau handphone anda karena saya hanya ingin berbagi dengan obat-sobat Afra tercinta.
Pagi tadi saya ikut kuliah umum (studium general) yang diisi oleh bapak Dr. Taufiqqurrahman, M.H dari Komisi Yudisial Indonesia. Tema kuliahnya "Perkembangan Mutakhir Dunia Hukum Nasional". Materi disampaikan dengan santai tetapi serius dan sesekali diselingi dengan canda yang membuat tawa semua peserta. Pak Taufiq dari penampilannya dan gaya bicaranya terlihat sosok yang sangat santun. Alhamdulillah banyak ilmu yang saya dapatkan hari ini.
Ada satu hal yang menggelitik dari pernyataan beliau. "Selama ini hukum nasional yang digunakan di Indonesia ini masih banyak yang mengadopsi hukum Belanda, dan hukum-hukum Eropa, namun mengapa ketika kita mengadopsi hukum Islam dianggap bertentangan dengan Pancasila? Mengapa sebelumnya tidak ada yang protes dengan hukum barat yang juga bukan merupakan hukum pancasila?" kemudian beliau melanjutkan, "jelas ini pemikiran yang keliru dan sesat".
selain itu, hal yang menarik yang beliau sampaikan yaitu, saat ini ada 4 daerah di Indonesia yang mempunyai kekhususan atau keistimewaan, yaitu:
Pertama; Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta). Sebagaimana amanat demokrasi bahwa kepala daerah harus di pilih langsung oleh rakyat, namun di Jakarta, Walikota dipilih oleh Gubernur bukan oleh rakyat.
Kedua; Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jogya yang dikenal dengan Kota Pelajar ini juga tidak ada Pilkada untuk memilih Gubernur. Akan tetapi Gubernur Yogya bersifat Permanent yakni langsung dari keturunan Sultan Yogya, bukan dari masyarakat biasa.
Ketiga; Papua. Di Provinsi paling timur dari Indonesia ini, calon Gubernur harus mendapat restu dari pemangku adat setempat atau pun kepala suku. Jadi, tidak mungkin orang di luar orang Papua bisa menjadi Gubernur di Papua.
Keempat; Aceh. kekhususan Aceh salah satunya adalah dalam penerapan Syari'at Islam.
Jika menilik dari Hukum Nasional yang berlaku, maka keempat Daerah tersebut menerapkan hukum/aturan yang bertentangan dengan hukum nasional yang berlandaskan demokrasi. Secara demokrasi, di Jakarta Walikota harus dipilih oleh rakyat. Atas dasar demokrasi Gubernur Yogya seharusnya tidak boleh diwariskan secara turun temurun karena Indonesia bukan negara monarkhi. Dengan mengikuti asas demokrasi pula siapa saja seharusnya boleh menjadi Gubernur Papua tanpa harus terlebih dahulu mendapat izin dari golongan Adat disana. Kemudian, Pak Taufiq menambahkan, "Lalu mengapa atas nama Demokrasi justru Aceh tidak boleh menerapkan hukum jinayat?".
Sebenarnya, itulah yang membedakan keempat daerah tersebut diatas dengan daerah lain. untuk apa kekhususan jika aturannya tetap tidak boleh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Selama ini, mereka (yang menentang Syari'at Islam di Aceh) tidak pernah bersuara terhadap DKI, DIY dan Papua karena berbeda aturan dengan hukum nasional, tetapi mengapa mereka justru ribut ketika Aceh menerapkan hukum Islam?
kesimpulannya, mereka yang berkoar-koar menentang Syari'at Islam di Aceh sebenarnya hanya menjadikan domokrasi sebagai kambing hitam, karena sejatinya Demokrasi itu adalah berdasarkan suara rakyat. Jika Rakyat setuju dengan sebuah aturan maka itulah demokrasi. Saat ini, suara terbanyak Rakyat Aceh setuju dengan Syari'at Islam, maka itulah demokrasi.
kemudian, para pengkritik itu menggunakan tameng "Hak Asasi Manusia" dalam menentang hukum jinayat. Jika, hukuman cambuk yang dianggap sebagai sebuah sanksi yang melanggar hak asasi manusia, mengapa mereka tidak menggugat Singapore yang masih menerapkan hukuman cambuk sampai sekarang? tambah Pak Taufik.
Okey sobat Afra sekalian, sharingnya cukup dulu ya.... salam.
Post a Comment