Konon, di sebuah negeri antah berantah, berdiri
sebuah kerajaan yang sangat termasyhur ketika itu. Kerajaan ini diperintah oleh
seorang raja yang sudah berumur. Sang raja naik tahta pada saat umurnya tidak
muda lagi. Ia menggantikan sang adik yang kembali menyerahkan tahta kepadanya
setelah ia kembali dari perantauannya.
Alkisah, dulunya ketika ayah mereka wafat, tahta
kerajaan akan diberikan kepada si anak tertua sebagai putra mahkota. Namun, ia
lebih memilih untuk hidup berkelana. Mengunjungi negeri demi negeri di belahan
dunia pun. Ia menyerahkan tahta kerajaan kepada sang adik. Maka sejak saat itu,
adiknyalah yang menjadi Raja.
Hari berganti dan tahun pun bertambah. Si Adik
menjalankan pemerintahannya dengan arif sesuai dengan kesanggupannya. Senang dan
tidak senang adalah suatu hal yang menjadi sebuah keniscayaan di negeri
manapun, begitupula di negeri Antah Berantah ini. rakyat ada yang pro dan tak
sedikit juga yang kontra terhadap kepemimpinan si Adik. Bagi yang kontra segala
apapun kebijakan ataupun keputusan yang dilakukan raja muda ini selalu salah.
Begitulah, waktu terus berlalu. Setiap konflik
yang terjadi di dalam negeri dapat direndam meski untuk membuat semua rakyat
puas sama tidak mungkinnya dengan berharap garam menjadi manis. Kerajaan tetap
tegak berdiri, meski tidak sejaya ketika ayah mereka masih hidup.
Akhirnya, tibalah hari dimana si Abang kembali. Kepulangannya
disambut meriah oleh seluruh rakyat dalam suasana haru. Rakyat yang selama ini
tidak puas dengan pemerintahan si Adik menaruh harapan baru pada si Abang. Mereka
merasa sudah saatnya si Abang yang kembali memimpin. Mereka yakin bahwa di
tangan si Abang lah kerajaan akan kembali memperoleh kejayaannya seperti
dahulu.
Maka, tibalah hari penobatan. Si Adik melepaskan
mahkota kerajaannya dan diserahkan kepada si Abang. Dalam sambutan pertamanya
di hadapan seluruh rakyat negeri Antah Berantah, sebagai Raja baru si Abang berjanji
akan mengembalikan kejayaan kerajaan mereka. Mengembangkan ekonomi masyarakat
dan memajukan pendidikan rakyat dan lain sebagainya. Ia menambahkan, berbekal
pengalaman hidup di rantau selama puluhan tahun ia merasa amat yakin akan mampu
memimpin kerajaan sebaik mungkin.
Raja baru, tentu saja harapan baru bagi seluruh
rakyat negeri Antah Berantah. Jarum jam berputar, menit berlarian bersama detik
mengejar matahari yang kian bersinar tinggi. Sementara itu, senja sudah siap
sedia menunggu waktunya bersua. Kegelapan malam lah yang kemudian bertahta
sempurna hingga cahaya sang punggawa alam membangunkannya dari mimpi gulita.
Begitulah waktu terus berlalu. Tak terasa sudah hampir
40 purnama si Abang bertahta. Harapan indah seluruh rakyat Antah Berantah,
luruh..,, terhempas bersama angin yang terus menggugurkan dedaunan tanpa merasa
bersalah sedikit pun. bahkan, jika dahulu saat si Adik yang menjadi raja, seburuk apapun kebijakannya atau keputusannya tidak pernah terjadi perang saudara sesama rakyat Negeri Antah Berantah. kini, di bawah kepemimpinan si Abang, rakyat negeri antah berantah sampai saling tuding sesama saudara sendiri, hal yang sama sekali tidak pernah terjadi pada saat pemerintahan si Adik.
Kebijaksanaan dan keadilan yang diharapkan
bersemayam dalam diri si Abang ternyata hanya seperti udara di dalam balon gas.
Rakyat semakin terpuruk dalam penderitaannya. Sebagian rakyat kembali berharap,
si Adik akan kembali mengambil tahta kerajaan. Namun, apa hendak dinyana, air
putih telah menjadi kopi. Tak mungkin kembali ke bentuk semula.
Umur yang lebih tua dan pengalaman yang banyak
tetap saja tak merubah si Abang menjadi pribadi yang pantas menjadi Raja. Memang,
bijaksana tidak diukur dari seberapa tua umur seseorang, juga tidak oleh
seberapa lama ia menjadi pemimpin, karena begitu banyak pemimpin yang berusia tua
yang tak bijaksana. Arif, adil dan bijak adalah hasil dari ilmu yang dapat
membuat seseorang mampu mengendalikan diri sehingga melahirkan sikap yang
pantas ditiru, meski ia belum lama hidup (tua) dan meski ia bukan pemimpin.
Post a Comment