Ramadhan 5:
Penyakit terburuk dan yang paling sering diderita
manusia adalah "tidak tahu dan tidak mahu tahu". Sebagian besar dari
kita, dengan minimnya ilmu, lalu menjudge atau me-label-kan orang lain dengan
label yang si pemberi label sendiri kurang pemahamannya terhadap hal itu.
Padahal bisa saja, apa yang diketahui (ilmu) oleh orang yang kita hina jauh
lebih banyak dari yang kita tahu. Ini menjadi renungan buat kita semua,
terutama saya, bahwa ternyata yang kita tidak tahu lebih banyak dari yang kita
tahu, untuk itu jangan jadikan kebodohan kita untuk menyalahkan orang lain.
Ini lah fenomena saat ini. hal serupa terjadi
tidak hanya di sini, namun hampir di seluruh dunia. Manusia dengan
egosentris-nya menganggap kebenaran hanya miliknya semata. Jika pada iklan
sebuah deterjen disebutkan bahwa “berani kotor itu baik”, maka iklan yang bagus
untuk fenomena seperti ini adalah “berani beda itu sesat”.
Men-judge atau memberikan label sesat kepada sesama
Muslim hanya karena pemahamannya (dalam hal ibadah sunnah dan mua’amalah –bukan
Aqidah) berbeda dengan kita sebenarnya tugas siapa? Kitakah sebagai manusia
atau malaikat atau Allah Sang pemilik manusia itu sendiri?
Pertanyaan ini muncul seiring dengan merebaknya
begitu banyak orang-orang yang dengan beraninya menganggap orang lain sesat
tanpa dasar yang jelas. “Katakanlah (hai Muhammad): Biarlah setiap orang
berbuat menurut keadaannya masing-masing, karena Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih lurus (jalan yang
ditempuhnya).” (Qs. Al-Isra’: 84).
Firman Allah diatas, rasa-rasanya sudah lebih dari
cukup untuk menjawab pertanyaan tadi. lalu, mengapa problematika itu masih saja
terus bergulir? “….janganlah kamu merasa sudah bersih, Dia (Allah) lebih
mengetahui siapa yang bertaqwa.”(Qs. An-Najm: 32).
Betapa Allah sudah mengingatkan kita berulang
kali. Tetapi tetap saja, akhir-akhir ini orang-orang yang merasa dan mengaku ‘alim
dengan secara beraninya menuduh orang lain sesat. Astaghfirullah...
Sebagai sesama Muslim, saya hanya bisa berdo’a dan
berharap semoga Allah membukakan pintu hatinya, meneranginya dengan cahaya
keimanan dan keislaman yang kaffah supaya tidak adalagi yang berani
menjadi Tuhan-tuhan kecil untuk memberikan label, sesat, kafir dan lain
sebagainya kepada sesama muslim hanya karena perbedaan pendapat terhadap
ritual-ritual ibadah tertentu.
Wallahu a’lam..
Post a Comment