Kanda, surat mu
telah kubaca, meski bukan dibawah cahaya rembulan seperti saat kau
menuliskannya, karena kini matahari bersinar terang. Bagiku, Tak jadi masalah,
yang kau kirim ini prosa ataupun puisi bahkan jika hanya sebuah sajak dengan lirik soneta karena
akan kupadu hati dan pikiranku untuk menterjemahkan setiap katamu, mencerna
setiap kalimatmu. Terima kasih telah mengingatkanku untuk tak terlena dalam
bujuk rayu dunia.
Benar seperti
katamu kanda, hidup adalah misteri yang terkadang tak mampu kita pahami, namun harus tetap kita jalani. Memang
kita tidak pernah merencanakan pertemuan ini, tetapi ia nya telah tercatat
sebelum kita lahir ke bumi. Jika takdir telah menghendaki pejumpaan ini sebagai
akhir dari sebuah kisah, masih mampukah kita mengelak? Tentu tidak kanda,
karena setiap jejak dan langkah yang kita torehkan, sejatinya adalah bermuara
di perjumpaan ini meski tanpa kita sadari.
Kanda, sebagai
manusia biasa, aku dan kamu pasti memiliki masa lalu. Kadang berupa suka dan
tak jarang pula berupa duka. Kedua nya akan kubingkai sebagai kenangan dan akan
kujadikan bekal untuk perjalanan kita menuju Rabbul Izzati.
Kusadari bahwa
takdirku adalah menjadi istri dan ibu. Namun, ketahuilah kanda, bahwa sebagai
perempuan aku tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, maka tugas mu lah untuk
meluruskan jalanku. Jika kamu paham itu, maka aku yakin kamu tak akan membuatku
patah dengan hentakan dan tak akan tetap membiarkan aku bengkok seperti apa
adanya.
Belajarlah bersabar
dari sekarang kanda, belajarlah berbesar hati. Karena kelak akan kuceritakan
dengan bangga pada anak-anak kita bahwa ayah mereka adalah seorang lelaki yang telah berani
menyalakan suwa dalam gelapnya peradaban dunia. Kamu kanda (ayah mereka) yang
telah rela menggenggam bara demi menyelamatkanku dari ganasnya belantara.
Aku paham,
sebagai ibu akulah madrasah pertama untuk anak-anak kita. Tetapi, tahukah
engkau kanda? Sebagaimana sebuah sekolah, maka kau lah sang kepala sekolahnya. Jika
diibaratkan sebuah bahtera, dirimu nahkodanya kanda dan aku yang akan menunjukkah
arah menuju Tuhan yang Maha Indah, insya Allah...
Akan kujadikan Al-Qur'an sebagai kompas dalam pelayaran kita. untuk itu, ajarilah aku mentadabburnya. Karena, kefasihan lidah dan merdunya suara saja tak cukup untuk menjadi penerang dalam gelapnya malammu. Jangan pernah bosan memberiku minyak agar aku mampu menjadi lentera seperti inginmu, inginku dan ingin kita kanda.
Syurga adalah dermaga terakhir yang ingin kita labuhkan sangkar kita. maka ketika ijab qabul telah kau ucapkan nanti, maka tanganmu lah, kaki mu dan kata-katamu yang akan menjadi sandaranku dan anak-anak kita. Jika kau ingin mereka menjadi imam dikala raga kita sudah tak bernyawa maka jadilah contoh ketika ruh masih bersatu dengan jasad ini kanda.
Banda Aceh
29 Agustus’15
2 comments