Seharian ini saya membantu mengurusi segala urusan
untuk pendaftaran ulang keponakan saya. Bukan bermaksud mengeluh dengan kondisi
ini, tetapi saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman yang boleh dikatakan
lumayan melelahkan. Dahulu sebelum semuanya harus online seperti sekarang
urusannya tidak se-ribet ini.
Proses pendaftaran ulang dimulai dari pengambilan
nomor token yang antriannya ngalah-ngalahin antrian pembelian tiket konser Lady
Gaga. Hehehe.... Setelah nomor token kami dapatkan, proses dilanjutkan dengan
pengisian data online, dan itu lumayan mudah karena sifatnya online tadi, jadi
bisa dikerjakan sambil makan siang di rumah. Namun, untuk mengisinya di rumah,
anda harus pastikan bahwa rumah anda dilengkapi dengan fasilitas internet,
boleh dengan menggunakan modem, ataupun nyuri wifi tetangga. Tetapi untuk itu
pastikan juga tetangga anda memasang akses internet tersebut.
Setelah istirahat untuk makan, shalat zhuhur dan
tentu saja pengisian data online tadi, petualangan kami lanjutkan. Masuklah kami
pada session pembayaran SPP. Sebagai orang yang telah mengenal dunia kampus ini
selama 10 tahun, maka tentu saja tingkat kepercayaan diri saya luar biasa
apalagi jika hanya untuk bayar SPP.
Salah satu Bank Swasta Syari’ah saya datangi. Begitu
sampai di bank tersebut, saya sedikit heran, kenapa sepi ya? Harusnya kalau
lagi waktunya bayar SPP begini kan ramai. Okelah, kemudian saya datangi Pak
Satpam yang berdiri gagah di pintu masuk. “maaf pak, saya mau bayar SPP, apakah
disini?”, “Universitas apa dek?” (wah, mungkin saya dianggap mahasiswa baru). Hihi...
“UIN Pak...” jawab saya. Kemudian dengan gaya
berwibawanya si Pak Satpam melanjutkan, “Kalau UIN bukan disini dek, tetapi di
Bank Konvensionalnya”. Nach loe, saya bengong. Setelah mengucapkan terimakasih
ke pak satpam, saya kembali ke kampus tercinta. Kampus yang memberikan saya dua
gelar akademik.
Kembali saya jumpai Pak Satpam lainnya di kampus. Akhirnya
saya diarahkan ke samping sebuah gedung megah bernama auditorium yang
dilabelkan dengan nama tokoh besar yang pernah menjadi rektor kampus ini
puluhan tahun yang lalu.
Sesampainya ketempat yang dimaksud, pemandangan
pertama yang saya lihat adalah antrian panjang para adik-adik baru yang bahagia
sekali dengan predikat baru sebagai mahasiswa. Kali ini saya lagi-lagi dibuat
tertegun dengan apa yang saya lihat.
Sebuah mobil Operasional Bank Swasta ternama,
berdiri gagah untuk melayani para mahasiswa baru yang ingin membayar SPP
perdana mereka. Tiba-tiba saya merasa ada yang janggal, maka jadilah saya
seperti wartawan tanpa gaji, saya memotret tempat itu. Ketika saya upload ke
beberapa sosmed yang saya miliki, para komentator belum menemukan kejanggalan
yang saya maksud.
Oleh karena itu semua, di sini akan saya jelaskan
apa kejanggalan dari proses pembayaran SPP tersebut. Nach, sebagai sebuah
Universitas Islam dengan jurusan Hukum Ekonomi Islam yang menjadi unggulan
karena jumlah peminat yang membludak dan akreditasinya pun “A”, apakah tidak
aneh menitipkan dana SPP mahasiswanya ke Bank Konvensional?
Bukan, maaf sekali lagi, disini saya tidak ingin
men-judge siapapun. Tetapi, saya rasa ini adalah sesuatu kekeliruan yang nyata.
Sebagai pusat pendidikan yang melahirkan generasi-generasi yang berwawasan Islam
tentu ini seharusnya menjadi perhatian kita semua.
Sebenarnya, ada apa? Mengapa kita (UIN-red) yang
seharusnya menjadi panutan untuk membumikan ekonomi Islam, justru terjebak
dalam persoalan seperti ini? semoga kedepan hal yang mungkin dianggap sepele
bagi sebagian orang ini dapat dibenahi kembali.
7 comments