Kekisruhan antara Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja)
dengan kelompok atau orang-orang yang disebut Wahabi di Aceh yang dimulai
dengan perebutan pengelolaan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh sampai dengan
demo Aswaja beberapa hari lalu semakin menimbulkan pro dan kontra di
masyarakat.
Sebahagian masyarakat masih belum sepenuhnya
memahami siapa sebenarnya yang dimaksud Wahabi oleh para pendemo dari golongan
Aswaja tersebut. Bahkan dalam pernyataan pers nya Kepala Dinas Syari’at Islam
Aceh, Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA meminta para tokoh Aswaja untuk menyebutkan
atau menunjukkan siapa sebenarnya Wahabi yang mereka maksud.
Ditengah polemik tersebut, akhirnya sedikit
terbongkar siapa sebenarnya Wahabi yang dimaksud. Berdasarkan penulusuran
Ustadz
Saifullah
Rayeuk, MA melalui laman
facebook nya. Berikut pernyataan
sang Ustadz:
“setelah saya membaca dan mencoba memahami
pernyataan dari seorang alumni "tanoh mirah" maka saya dapat
mengambil alakadar kesimpulan bahwa yang dimaksud wahabi oleh pendemo
ahlussunnah aceh adalah "kelompok muhammadiyah" indikasinya adalah
:(1) kukuh dengan shalat tarawih 8 rakaat, (2) menentukan pertama ramadhan
dengan hisab bukan rukyat, (3) tidak mengulang rukun khutbah pada pelaksanaan
shalat jumat.
tapi aneh mereka tidak berani menyebut
muhammadiyah, mengapa? menurut analisa saya yang bodoh ini, kalau mereka
menyebut "muhammadiyah" maka akan banyak yang tidak mendukung mereka
karena belum ada satupun fatwa di indonesia yang menyesatkan muhammadiyah,
selanjutnya muhammadiyah sangat mengakar di aceh terutama di kawasan tengah
aceh, barat selatan dan kota banda aceh sendiri.
akhirnya dipilihlah "wahabi" sebagai
nama bagi kelompok2 yang dianggap melawan aswaja karena mpu aceh pernah
mengeluarkan fatwa sesat kepada wahabi/salafi meskipun sampai hari ini belum
ada kriteria yang pasti sebab2 kesesatan mereka dan belum bisa dijelaskan
kepada masyarakat secara pasti dengan rujukan2 yang saheh. yang dikedepankan
malah dugaan2 /fitnah yang tidak akurat.
akibatnya muncullah berbagai persoalan di tengah
masyarakat yang diawali oleh persoalan2 kecil. sebagai contoh di kawasan aceh
besar sekarang ini berkembang pendapat bahwa "tidak sah jadi imam kalau
memakai celana panjang bukan kain sarung, bahkan ada oknum makmun langsung
keluar dari saf jamaah pada saat dia tau imamnya pakai celana panjang bukan
kain sarung ( ini nyata bukan fitnah).
contoh lain yang menjadi khatib harus tamatan
dayah tertentu, kalau tidak maka shalat jumat tidak sah. maasih banyak lagi
kejadian2 semacam ini di tengah2 masyarakat yang disebabkan oleh kecurigaan2
tidak berdasar.
oleh karena itu saya pribadi memohon kepada
para pakar di aswaja supaya dapat membuat sebuah edaran resmi kepada masyarakat
tentang siapa sebenarnya yang sesat, apa tanda2nya (dilengkapi dengan hujah
yang jelas jangan fitnah) sehingga mudah menyampaikan pencerahan kepada
masyarakat yang pada akhirnya ukhuwwah diantara kaum muslimin tetap terjaga.”
Demikian tulisan sang Ustadz yang sedikit
mencerahkan. Mudah-mudahan pernyataan resmi dari golongan Aswaja Aceh dapat
segera dipublikasi sehingga tidak terjadi lagi saling fitnah seperti yang
beredar selama ini.
5 comments
https://en.wikipedia.org/wiki/Abdul_Rahman_Al-Sudais