Pernyataan Teuku Wisnu di Media terkait masalah
kiriman “hadiah” Al-fatihah kepada orang yang telah tiada (meninggal dunia)
menuai kontroversi. Sejumlah orang mengkritik habis-habisan dengan mengatakan
sesat dan bahkan sampai ada ke taraf mengkafirkan dan lain sebagainya.

Adakah yang salah dengan pernyataan tersebut
sehingga membuat hampir semua orang seperti kebakaran jenggot? Berbicara persoalan
jenggot, gara-gara hal kontroversial tersebut, jenggot Teuku Wisnu pun ikut
dipersoalkan. Aneh, apa hubungannya pernyataan yang ia keluarkan dengan
jenggotnya?
Beberapa netizen malah menghina jenggot dengan
menyamakannya dengan kambing. Jenggot adalah sunnah Rasul, kenapa harus
menghina sunnah Rasul ketika ada orang yang berjenggot mengeluarkan suatu pernyataan
yang belum tentu salah karena hal itu tergantung pada pemahaman masing-masing
orang. justru, menghina sunnah Rasul itu yang perlu dikaji ulang. sudah benarkah tindakan seperti itu?
Persoalan menghadiahkan al-fatihah kepada si Mayit
adalah persoalan lama yang memang merupakan masalah yang diperselisihkan atau
biasa disebut ikhtilafiyah. Perbedaan pemahaman umat Islam tentang hal
ini juga bukan baru sekarang ini terjadi. Lalu, ketika ini disampaikan di
media, sebahagian besar umat Islam Indonesia yang memang pemahaman Islam belum
sampai ke masalah ikhtilafiyah tersebut langsung bereaksi.
Sebahagian ulama membenarkan tindakan mengirimkan
al-fatihah kepada orang yang sudah meninggal dunia. Urusan do’a tersebut sampai
pahalanya kepada si Mayyit atau tidak itu urusan atau hak mutlak Allah swt. dan
inilah pemahaman yang yang dipahami oleh hampir sebahagian besar umat Islam
Indoensia.
Di pihak lain, terdapat juga beberapa ulama yang
menyatakan bahwa persoalan pengiriman hadiah al-fatihah ini merupakan bid’ah,
dalam artian pekerjaan yang dianggap sia-sia. Mereka berpedoman pada Hadits
Rasulullah yang berbunyi: “dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah
bersabda: Jika seseorang (anak Adam) meninggal dunia, maka terputuslah
amalannya di Dunia kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Berdasarkan pada hadits ini maka sebahagian ulama
tidak membenarkan tindakan tersebut. Lalu siapa yang benar dan siapa yang
salah? Menurut penulis tidak ada yang salah, karena keduanya berdasarkan
pemahaman yang mereka pahami. Yang salah adalah mereka yang menyalahkan salah
satu pihak ataupun keduanya. Bukankah dalam hadits yang lain Rasulullah
menyatakan bahwa perbedaan antara ummatku adalah Rahmat. Jadi, tidak ada yang
perlu dikafirkan dalam hal ini.
Ironisnya, pernyataan Teuku Wisnu ini
habis-habisan di bully oleh sebahagian besar masyarakat Muslim Indonesia.
Namun, pernyataan Ade Armando tentang tidak perlunya berhaji karena dianggap
pemborosan tidak banyak mendapat tanggapan, hanya sebahagian kecil saja yang
mengkritik sementara yang lain mendiamkannya saja, padahal penyataan seperti
ini yang nyata kelirunya dan tidak perbedaan pendapat ulama tentang haji.
Post a Comment