Kursor sudah sejak 1 jam yang lalu berkedip-kedip
di lembaran kosong microsoft word. Aku hanya diam saja. semilir angin diluar
membuatku enggan beranjak dari kamar. Film yang katanya sempat booming di
bioskop-bioskop indonesia sekarang sedang tersaji di layar televisi yang hanya
kupandangi setengah hati.
Sebentar-sebentar mataku beralih ke ponsel yang
kuletakkan di samping laptop. Tak ada panggilan, sms, bbm, line atau apapun. Sejurus
kemudian aku melihat twitter yang sudah berulang kali kurefresh, berharap ada
satu saja notifikasi dengan namamu. Begitupun facebook tak ada satupun Notifikasi
mapun inbox atas namamu.
Blog ku telah agak lama tak kuperdulikan. Aku tenggelam
dengan thesis magisterku yang tak selesai-selesai atau lebih tepatnya tidak
pernah ku kerjakan dengan serius. Semester ini aku memutuskan untuk break dari
rutinitas mengajar di kampus dengan alasan ingin segera menyelesaikan thesis
dan secepat mungkin berangkat untuk melanjutkan S3.
Lembaran microsoft word masih kosong. Sekilas kupandangi,
ingin sekali menggerakkan tangan, menekan setiap abjad pada keyboard hingga
membentuk kalimat demi kalimat yang mungkin bisa menjelaskan sesuatu,
menceritakan suatu hal, atau hanya sekedar sapaan ringan ala asyafrawa.com.
Tiba-tiba pikiranku menerawang. Tigapuluh menit
lagi tahun di kalender berganti. 2016. Di luar sana, mereka yang menganggap
malam ini perlu dirayakan mungkin sedang berpesta pora. Sementara, disudut
lainnya aku percaya ada yang hikmat dalam do’a.
Berbagai ekspresi ditunjukkan manusia dalam
menyikapi pergantian tahun. Bagiku, sejak aku menyadari keberadaanku, aku tak
pernah menganggap tahun baru berarti. berharap lebih baik dari yang sebelumnya
tidak hanya setiap pergantian tahun tapi juga pada setiap pergantian hari. Aku bahkan
tak pernah terusik oleh teman-teman yang meski tidak ikut-ikutan bakar kembang
api tapi hanya menikmati atau sekedar jalan-jalan.
Malam ini, aku seolah terdampar diseret arus
hingga ketepian. Apa yang telah aku berikan dan apa yang apa telah aku dapatkan
selama tahun-tahun ke belakang? Pertanyaan ini mengusik dan terasa terus membuntuti
sehingga tak kutemukan satu kosa kata pun untuk di goreskan pada lembaran
kosong yang masih menyala.
Satu hal yang pasti, kemarin, hari ini dan mungkin
saja besok aku masih sendiri. sedihkah? Tidak, hanya terkadang bertambahnya
usia dengan ditandai pergantian kalender membuatku mau tidak mau, suka tidak
suka ikut memikirkan apa yang mereka katakan. Sampai kapan aku terus bertahan
dalam kesendirian? Memang, sendiri itu menyenangkan, tetapi aku juga yakin
berdua jauh lebih membahagiakan.
Aku masih menunggu inbox atau sapaan ringan darimu
seperti malam-malamku sebulan terakhir ini. tetapi, entah mengapa malam ini kamu
seperti menghilang ditelan bumi. Sedang larut dalam pestakah? Atau sedang
khitmat dalam do’a? Aku tidak tahu, atau mungkin lebih tepatnya aku belum
berhak untuk tahu.
Seperti yang kukatakan tadi, berdua itu jauh lebih
membahagiakan, maka kuputuskan menunggu kabar darimu. Jika pun tidak malam ini
semoga besok pagi ketika matahari 2016 menyinari bumi ada satu saja notif atas
namamu. Terserah itu melalui media sosial manapun, aku tak ambil pusing. Tak mengapa
dan tak juga menjadi soal, isinya kesediaanmu kah atau hanya sebuah penolakan
untuk merajut mimpi bersama.
Untuk malam ini, biarkan aku berharap...
Post a Comment