Koeta Radja, 1593
“Persiapan
khanduri sudah hampir memadai segalanya teungku”, lapor juru masak meuligoe
pada Ulee Balang. “baiklah, lakukan tugasmu dengan sempurna, aku ingin semuanya
telah sempurna sebelum baginda kembali ke istana.”
Atribut khanduri sudah mulai dipasang di
sekeliling Meuligoe. Rakyat juga sudah mulai berbondong-bondong menuju
meuligoe. Ada yang ingin membantu dan juga ada yang hanya ingin sekedar
melihat-lihat saja. Mereka sangat paham, ini adalah pesta besar. khanduri yang
sudah sejak lama sangat diinginkan Sulthan.
Menjelang usia senjanya Sulthan sangat bahagia
dengan kelahiran seorang cucu laki-laki. Sebelum kelahirannya pun Sulthan
selalu berdo’a dalam sujud-sujudnya pada Sang Pencipta agar Allah berkenan
memberinya seorang cucu laki-laki yang kelak dapat membanggakannya sebagai
kakek.
Darul Kamal, 1593
“Wahai Pocut Sulthan penguasa Darul Kamal, izinkan
aku membawa serta cucu kita ke Koeta Radja karena aku telah menyiapkan khanduri
besar untuk penyambutannya.” Ucap Sulthan Abdul Djalil kepada Sulthan Darul
Kamal.
“Maaf Polem Sulthan Koeta Radja, kami pun disini
telah mempersiapkan segalanya untuk khanduri hari ketujuh cucu kita.” Jawab
Sulthan Darul Kamal. Kemudian Sulthan Darul Kamal melanjutkan, “tetaplah disini
sampai hari ketujuh Polem, kita laksanakan khanduri disini bersama-sama.”
Raut kekecewaan terpancar dari wajah Sulthan Abdul
Djalil. Namun, ia bukanlah orang yang suka memaksakan kehendaknya terlebih
kepada besannya sendiri. Maka dengan berbesar hati ia berkata, “baiklah Pocut.
Aku akan tetap disini sampai hari ketujuh, dan kemudian setelah acara disini
selesai izinkan aku membawa cucu kita ke Koeta Radja. Aku akan mengirimkan
seorang uutusan untuk mengabarkan kesana bahwa khanduri disana diundur saja
pada hari ke-14 nanti.”
Kedua Sulthan tersebut tersenyum sambil
berpelukan. Raut bahagia terpancar dari wajah keduanya. Kini, mereka telah
mempunyai seorang cucu laki-laki yang sangat rupawan. “Ini adalah anugerah
terindah dari Allah bagi kedua kesulthanan kita ini polem, ucap Sulthan Darul Kamal.”
Koeta Radja, 1593
Ulee Balang memanggil semua pegawai Meuligoe. “Wahai
rakan-rakan sekalian, telah sampai kabar kepadaku dari seseorang yang diutus
Sulthan Abdul Djalil, bahwa beliau menginginkan khanduri disini diundur
pelaksanaannya. Oleh karena itu, waktu kita untuk mempersiapkan khanduri ini
jadi lebih banyak. Aku berharap segalanya bisa lebih sempurna seperti yang kita
harapkan bersama.”
“Insya Allah Teungku”, jawab mereka hampir
bersamaan.
Darul Kamal, 1593
Khanduri besar pun digelar. Senyum bahagia tak
henti-hentinya terpancar dari wajah orang-orang yang hadir di khanduri. Seluruh
rakyat Darul Kamal diundang tak ada yang tertinggal seorang pun. Ini hajat
besar Sang Sulthan, semua rakyat datang.
“kini waktunya kau umumkan nama putra kita dinda”,
bisik Sulthan Muda Mansyur Syah kepada istrinya Putri Raja Indra Bangsa. “aku
tahu kau sudah tak sabar sejak tujuh hari yang lalu kanda”, ucap sang Putri
sambil tersenyum.
***
“Hadirin sekalian rakyat Darul Kamal yang saya
muliakan. Hari ini dan sejak tujuh hari yang lalu aku sangat berbahagia. Allah
telah memberiku seorang cucu laki-laki. Aku ingin mengucapkan terimakasih untuk
do’a kalian semua. Pada hari ini juga aku akan mengumumkan nama yang telah
dipilihkan oleh putriku untuk anaknya. Putriku semalam memberi tahu aku bahwa
nama ini telah lama sekali dia pikirkan. Bahkan ia belum memberi tahukan kepada
siapapun nama ini kecuali kepadaku ayahnya dan kakek dari anaknya. Nama cucuku
tercinta adalah......”
Bersambung...
Post a Comment