Banda Aceh, 22 Februari 2016
Siang ini begitu panas, entah karena matahari
sedang ingin bersinar terang atau karena awan yang memang sedang enggan menaungi alam. Sudahlah, jangan hiraukan itu. Saat ini saya hanya ingin
menyampaikan selaksa tulisan dalam bentuk surat terbuka ini kepada Panitia Miss
Indonesia 2016 dan juga kepada gadis cantik Flavia Celly Jatmiko sang “Miss
Aceh Asal Surabaya”, serta kepada yang terhormat Bapak Gubernur Aceh.
Ibu Liliana Tanoe Soedibyo selaku ketua panitia,
tentu anda sudah sangat kenyang dengan berbagai kecaman mulai dari ketika Retna Maharani mewakili Aceh dalam kontes miss Indonesia pada Tahun 2013 yang bahkan tidak dikenal oleh orang Aceh sendiri, kemudian kasus Shinta Alvionita, gadis Aceh Asli yang melepas jilbabnya ketika mengikuti Miss Indonesia padahal sebelumnya pada tahun 2008 ia tetap berjilbab dalam ajang Puteri Indonesia dan yang masih hangat tahun lalu, Ratna Nurlia Afiandini yang juga merupakan "gadis Aceh" rasa Surabaya. Oleh karena itu, Melalui surat ini saya tidak akan menghujat
anda, tidak juga menyalahkan anda, karena mungkin pemerintah kami yang tidak
sadar bahwa anda sedang mencoreng wajah pemerintah Aceh. Harus saya akui
sebagai seorang pebisnis anda hebat. Mampu tetap tersenyum dan berdiri tegak
memilih siapapun gadis cantik yang anda inginkan untuk mewakili Aceh meski anda
dihujani ribuan kecaman.
Sebagai seorang interpreneur tentunya anda akan
melakukan apapun untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah meski itu harus
menginjak-injak orang lain, bahkan yang lebih tragis meski itu harus
menginjak-injak peradaban sebuah bangsa. Namun, anda tetap tidak salah,
pemerintah kami lah yang tak mampu bersuara di bawah terjangan kaki anda yang
begitu indah.
Ibu Liliana, mengingat Kesuksesan dan kekayaan anda sudah pasti anda adalah perempuan berpendidikan. saya yakin ketika anda sekolah tentu tidak diajarkan untuk menghina dan menjatuhkan orang lain bukan? anda pantas ditempatkan sebagai seorang perempuan hebat negeri ini. Tetapi, dengan
kehebatan itu tolong jangan rampas identitas kami sebagai perempuan Aceh untuk
kemudian anda sematkan pada gadis lain yang mungkin tanah Aceh saja tak pernah
mencatat jejak langkahnya.
Kami perempuan Aceh, mungkin memang bukan
gadis-gadis suci tanpa nista bak bidadari syurga, karena setiap manusia pasti
punya dosa. Tetapi, kami selalu ingin menutupi diri dari fitnah dan tetap ingin
berdiri tegak menjunjung tinggi harkat dan martabat negeri kami sebagai negeri dimana
Islam Nusantara bermuara.
Dear dik Flavia Celly Jatmiko yang cantik jelita,
pastinya dik celly sudah tahu apa yang akan terjadi jika adik mewakili negeri
Serambi Mekkah ini. Dik Celly yang pintar pasti juga sudah membaca bagaimana
Qory sandioriva dihujat, dan bagaimana Retna Maharani serta juga Ratna Nurlia Alfiandini yang juga
berasal dari Surabaya dikecam. Jika, keduanya tidak juga mampu menyurutkan
langkah dik Celly untuk juga turut mencoreng nama Aceh, saya jadi ingin
bertanya, kesalahan apa sudah kami (perempuan Aceh) lakukan pada adik sehingga
begitu teganya dek Celly melukis wajah kami (perempuan Aceh) dengan tinta hitam
legam?
Berbilang tahun hal ini telah terjadi, dan terus
saja berulang setiap tahunnya. Tetapi, pemerintah kami diam saja. Sementara
kami yang rakyat biasa hanya bisa berkoar-koar di media sosial tanpa ada yang
peduli. Ah, sudahlah...,, mungkin memang pemerintah kami dipimpin oleh orang
tua yang pernah lama menetap di luar negeri sehingga hal-hal semacam ini dianggap
biasa saja.
Kepada bapak Gubernur..., banyak hal yang
berkecamuk di dalam pikiran saya pak. Hingar bingar perpolitikan tak mengusik
saya, begitu pun carut marut birokrasi bukan urusan saya, tetapi ketika peradaban
dan sejarah negeri ini dipermalukan sedemikian rupa, masih kah saya sebagai
perempuan Aceh tetap tak peduli seperti yang bapak lakukan?
Tidak pak. Maafkan, saya tidak bisa diam sehingga
menuliskan kalimat-kalimat ini. Karena jika saya hanya melihat dan beristighfar
dalam hati saja, rasanya saya telah mengkhianati perjuangan Cut Nyak Dhien yang
tetap menolak melepas kerudungnya meski dalam pengasingan.
Saya juga tak pernah menetap di luar negeri Pak. Hidup
saya hanya di Aceh saja, sehingga ketika seorang gadis melabelkan predikat
daerah ini melilit tubuh indahnya untuk di pertontonkan pada jutaan mata
manusia, rasa-rasanya saya ingin marah, murka dan kecewa sekaligus nelangsa
karena saya tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Sudah terlalu panjang surat ini, saya takut, Ibu
Liliana, Dik Celly dan Bapak Gubernur yang terhormat bosan membacanya, saya
sudahi saja dengan satu pertanyaan, “Jika Putri-putri anda yang dicatut namanya
lalu dipertontonkan di muka umum dengan menanggalkan seluruh atribut yang
menunjukkan identitas dan jati dirinya, apa yang akan anda lakukan?”.
Wassalam
Seorang Perempuan Aceh,
Fadiatur Rahmi
4 comments
Aceh rasa surabaya...
Wate masa prang beuheu that gagah teken mate untuk perjuangan
tapi jinoe gata hana hiro lee
Dari lam uten Syariat euk neupudong pakoen jinoe gata abaikan
Dalam darurat hana geuwoe woe
Walaupun saket lam uten Tuhan sama ngon rakan sikrak ija meujeut jeut ngon sibak rukok neuhisap rata
Dalam petempuran bela mebela ngon sikrek beude neumat dua
Teuma Oe jinoe ka measeng aseng
Lage ureng hana perna turi
Wate tinggai lam uten Tuhan sang sang gata me ado a
Ohlhe dame pakoen mepisah pisah
Pat na salah neupeutupat pat na keliru neumusyawarah supaya terjaga kasatuan
Aceh lhe sagoe di keuneuk goyang
Milisi peta memperjuang Ala Abas
Lee pat diteubit pikiran lee urengnyan
Di keuneuk phok Aceh 2 boh propinsi
Wahay gata KPA Tentra Aceh
Neujaga nanggroe bek di jak peugala
Ka hek neupeujuang sideh lam uteun aceh lhee sago ka euk neupeuwoe
Teuma jinoe gata yang kuasa bek sampe aceh di kocar kacir.
Satu kan barisan perjuangan demi kejayaan…