Tidak ada maksud untuk menanggapi persoalan ini
sebenarnya, dan tidak pula ingin membela atau mengkritisi, tulisan ini hanya
jawaban bagi teman-teman yang bertanya tanggapan saya selaku salah seorang
tenaga pengajar pada Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh yang pernah
membawa mahasiswa untuk belajar di warung kopi, terkait penyataan Prof Farid
Wajdi perihal 80% anak Aceh menghabiskan waktu di warung kopi.
Santernya berita ini setelah orasi ilmiah yang beliau
sampaikan pada rapat senat terbuka dalam rangka wisuda Doktor, Magister,
Sarjana dan Ahli Madya itu membuat beberapa kalangan ikut bersuara yang
kemudian diturunkan sebagai headline surat kabar ternama di Aceh.
Sekali lagi, tanpa maksud membela ataupun
mendukung, saya melihat ini sebagai sebuah perbedaan sudut pandang. Sebagai seseorang
yang terlahir tidak di era digital seperti saat ini sudah sepantasnya jika
beliau berpikiran seperti yang disampaikan dalam orasi ilmiah tersebut. Ditambah
dengan pengalaman beliau yang telah hidup lebih lama dari generasi saat ini,
terutama pengalaman beliau di masa lalu telah melihat bagaimana warung kopi
hanya sebagai sebuah tempat menghabiskan waktu yang cenderung ke arah yang
kurang bermanfaat.
Perkembangan peradaban manusia yang ditandai
dengan perkembangan infomasi teknologi sampai pada era digital saat ini sedikit
banyak telah ikut memberikan warna pada arah dan fungsi dari sebuah warung
kopi. Pergeseran fungsi tersebut tidak serta merta mengubah cara pandang mereka
yang telah duluan merasakan bersinggungan dengan warung kopi di masa lalu.
Penyataan beliau tersebut tidak sepenuhnya benar
jika kita menilik dari mereka-mereka yang justru sukses berawal dari warung
kopi seperti para blogger dan lain sebagainya yang kehidupannya bersinggungan
dengan dunia digital. Sebaliknya, statement pak rektor tersebut juga tidak serta
merta keliru, karena kita juga tak dapat menutup mata dari mereka-mereka yang
justru menghabiskan waktu di warung kopi hanya untuk perbuatan sia-sia semisal
bermain game online sepanjang waktu.
Jika mau sedikit jujur, justru kalangan kedua ini
jauh lebih banyak. Selain itu, belajar bersama ataupun mengerjakan tugas
sekolah atau kuliah misalnya di warung kopi justru hanya akan menghasilkan
plagiator-plagiator yang tinggal menikmati saja hasil postingan orang lain
tanpa perlu susah payah. Namun, dari sisi memudahkan tentu saja belajar di
warung kopi dengan fasilitas wifi jauh lebih santai dan mengasyikkan.
Baiklah, semua ini tergantung bagaimana kita
melihat dan bagaimana kita memanfaatkan fungsi dari warung kopi ini. Bukankah
sebilah pisau akan berlainan makna dan hasilnya jika berada di tangan seorang
koki dan seorang perampok? Begitulah.
Post a Comment