Assalamu’alaikum dan Salam Sejahtera untuk seluruh
wartawan ataupun jurnalis di mana pun berada. Semoga Yang Maha Kuasa selalu
melimpahkan anda semua dengan kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan tugas
mulia. Disela rutinitas anda, perkenankan sejenak saya menyapa anda-anda semua
hanya sekedar untuk berbagi apa yang saya dan mungkin juga beberapa orang lain
rasa.
Akhir-akhir ini media berita bukan barang langka
dan bukan fenomena baru di jagad raya. Perkembangan teknologi informasi
menjadikan media yang dapat diakses hanya dengan bermodalkan kuota internet.
Hal ini semakin menambah marak karena pendirian sebuah perusahaan yang bergerak
di bidang ini terbilang cukup mudah.
Menjamurnya media tentu saja seharusnya menjadi
angin segar bagi perkembangan informasi hari ini. Banyaknya informan (dalam hal
ini wartawan) tentu saja akan berdampak bagi mudahnya semua informasi di
dapatkan oleh kami sebagai orang-orang awam. Tidak lagi perlu menunggu besok
pagi untuk mengetahui peristiwa yang terjadi sore ini, karena selang beberapa
menit informasi tersebut telah hadir di depan mata.
Untuk segala hal itu, saya pribadi berterimakasih
kepada wartawan yang tanpa lelah bekerja untuk membuka wawasan dan cakrawala
masyarakat terhadap segala hal yang terjadi di sekitar kita. Namun, akhir-akhir
ini saya mulai miris ketika membaca berita-berita yang disajikan oleh media,
baik itu media lokal maupun media kaliber nasional.
Coba anda perhatikan baik-baik, tidakkah hati
nurani anda sebagai manusia juga ikut merasakannya? Berita yang dikabarkan oleh
beberapa media sarat akan kepentingan individu atau kelompok tertentu, terutama
dalam dunia perpolitikan di negeri ini. Media yang seharusnya netral juga
semakin timpang mengabarkan persoalan dengan mencari-cari kesalahan bakal calon
pimpinan daerah tertentu yang menjadi lawan politiknya pemilik perusahaan media
atau lawan politiknya seorang politisi yang bersedia membayar para wartawan
yang berkerja di media tersebut. Sehingga hal ini, menyebabkan masyarakat
memperoleh berita yang kurang akurat.
Pun begitu, para politisi juga seakan berlomba
membayar media-media untuk menaikkan namanya dan menjatuhkan lawannya. Saya
merasa media yang seperti ini saat ini tak ubahnya seperti seorang pekerja seks
komersial yang rela melakukan gaya apapun asalkan dibayar. Maaf, jika kata-kata
saya ini terkesan vulgar. Tetapi, begitulah kenyataannya yang saya lihat, saya
baca dan saya rasa.
Saya tidak begitu tahu dan juga tidak hafal
isi-isi dari kode etik jurnalistik, tetapi wahai para wartawan yang terhormat,
saya ingin bertanya apakah menyajikan berita hanya untuk kepentingan diri
pribadi dan kelompok tertentu seperti itu tidak melanggar kode etik profesi
anda?
Saya jadi ingat, dalam dunia kedokteran kita
mengenal adanya mal-praktek jika ada oknum dokter yang melanggar kode etiknya
atau juga jika ada oknum tenaga medis yang melakukan kesalahan diagnosa
terhadap pasien. Nach, lalu sebutan apa yang pantas bagi oknum wartawan dalam
menjalankan tugasnya melakukan seperti yang saya sebutkan diatas? Belum lagi, akibat
dari tumbuh suburnya media menjadikan banyak orang-orang yang bukan berlatar
belakang pendidikan jurnalistik menjadi wartawan hanya karena “pintar” menulis.
ini justru menambah deretan panjang kasus “mal-jurnalism”, sebut saja
begitu karena mal-praktek telah digunakan dalam dunia medis.
Wahai para punggawa media, kasihanilah kami para
pembaca yang menjadi bingung dan terkadang sampai memiliki mindset yang timpang
hanya karena menikmati hidangan berita yang anda-anda sajikan. Bagaimana bisa
hanya demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah anda menggadaikan idealisme anda
yang sayangnya idealisme tersebut benar-benar tak pernah anda tebus lagi?
Baiklah, jika mengabarkan berita apapun adalah hak
anda, dan kami tak boleh komentar atau pun komplain, jika merasa tak suka cukup
tak usah baca mungkin kilah anda. Tetapi, coba renungkan sejenak, sebagai
suami, ayah, istri, ibu dan anak, apakah anda rela menafkahi keluarga anda dari
hasil “menjual diri” tersebut?
Terakhir, saran saya tetaplah menjadi jurnalis
yang kritis, menghadirkan berita yang netral tanpa berpihak kemana pun.
Hormatilah profesi anda sendiri, karena ketika anda sudah tak lagi
menghormatinya, bagaimana orang lain akan menghormati anda? Wartawan itu
profesi yang berwibawa bahkan dunia ada pada ujung pena anda. Selamat bekerja
dan teruslah berkarya.
1 comment